Elias Howe |
Ketika kecil Howe banyak menghabiskan waktunya untuk membantu ayahnya bertani. Meskipun fisiknya lemah dan sering jatuh sakit, minatnya untuk belajar sangat kuat, terutama pada mesin. Sehingga, ia pun tidak berminat untuk mengembangkan intelektualnya di bangku sekolah.
Saat berusia 16 tahun, Howe yang tak tamat sekolah, diterima kerja di pabrik tekstil lokal sebagai magang ahli mesin. Kesempatan ini, ia pergunakan untuk mengembangkan minat dan bakatnya tersebut. Untuk memperluas keahliannya dalam mesin, ia pun mencoba peruntungannya untuk bekerja di sebuah pabrik mesin kapas Massachusetts di Lowell.
Tak lama kerja di pabrik tekstil, ia pun berpindah lagi ke pabrik arloji yang ada di Boston dan pabrik instrumen ilmiah yang ada di Cambridge. Saat di Cambridge, Howe mendengar istilah mesin jahit dari majikannya Ari Davis, pemilik perusahaan pembuat instrumen ketelitian di Boston.
Howe menikah pada tahun 1840. Karena sering sakit, maka istrinya harus menjahit pakaian untuk membayar kebutuhan hidup. Saat mengamati istrinya sedang menjahit, Howe berpikir tentang alat yang dapat meniru gerakan tangan dan lengan saat menjahit. Alat itu harus menerapkan proses yang memakai benang dari dua sumber berbeda. Saking seriusnya berpikir, ciptaannya itu sampai terbawa mimpi. Dalam mimpinya itu, perutnya ditusuk oleh seorang kanibal dengan tombak. Bentuk ujung tombak inilah yang dijadikan inspirasi oleh dia untuk menciptakan jarum yang telah lama ia cari.
Howe kemudian mencoba menyalurkan idenya untuk membuat mesin jahit. Selama lima tahun ia bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Namun usahanya ini gagal. Mesin jahit pertamanya tidak sesuai berjalan dengan baik. Sebab, ia membuatnya menirukan gerak tangan manusia yang sedang menjahit, yakni lubang jarum terletak di pangkal jarum. Sayang, saat mulai membuat alatnya, bengkelnya terbakar dan menghanguskan pekerjaan senilai 300 dolar AS. Namun bencana itu tidak membuatnya frustrasi.
Pada tahun 1844, Howe membuat mesin jahit keduanya. Kali ini ia berhasil menciptakan lubang jarum terletak di ujung jarum seperti mesin jahit yang ada sekarang ini. Sebagian besar literatur menyebutkan, mesin jahit karya Howe mampu menjahit 250 setik (jengkal) per menitnya. Howe pun kemudian menguji coba mesin jahit karyanya dengan bertanding dengan gadis yang menjahit dengan tangan.
Menjual hak paten
Walaupun mesin jahit Howe bekerja lebih cepat dan lebih rapi. Tetapi, ketika itu, tidak ada satu pun orang Amerika yang mau membeli mesin jahitnya. Hal itu dikarenakan mesin jahitnya masih terlihat sangat rumit dan dampaknya akan menimbulkan banyak pengangguran. Setelah berhasil mematenkan temuannya pada 1846, ia mempromosikan ciptaannya di negara Inggris. Kemudian, ia menjual patennya kepada seorang warga Inggris, William Thomas pada 1847 seharga 250 poundsterling.
Dalam tekanan dan kegelisahan, ia terpaksa menerima kontrak kerja tidak adil. Ia bekerja pada William Thomas dengan gaji yang cukup rendah yaitu 5 poundsterling seminggunya. Howe pun disuruh memperbaiki mesin jahitnya hingga mampu menjahit korset, kulit, dan sejenisnya. Tetapi, William Thomas curang. Hingga Howe jatuh sakit dan akhirnya dia menabung untuk kembali ke Amerika Serikat. Tak lama setelah kembali ke Boston, istrinya yang setia wafat.
Penderitaan makin bertambah ketika banyak pengusaha yang mencuri ide mesin jahit miliknya dan menjual dengan bebas. Begitu juga dengan pengusaha Isaac M. Singer. Hingga akhirnya dia berjuang keras atas hak patennya. Howe menuntut Singer dan memenangkan hak patennya pada 1854.
mesin jahit elias howe tahun 1845 |
Sebelum tutup usia, saat di Amerika terjadi pecah perang saudara, Howe sempat menjadi prajurit dan membentuk pasukan infanteri. Semua peralatan dan pakaian pasukan itu dijahit dengan mesin hasil temuannya. Elias Howe pun meninggal di Brooklyn New York, pada 3 Oktober 1867 dalam usia 48 tahun.