Robert Heinrich Herman Koch dianggap sebagai pendiri modern bakteriologi, dikenal karena perannya dalam mengidentifikasi agen penyebab spesifik TB, kolera, dan antraks dan untuk memberikan dukungan eksperimental untuk konsep penyakit menular. Robert Koch lahir di Clausthal, Kerajaan Hanover, Jerman, 11 Desember 1843 dan meninggal di Karlsruhe, Grand Duchy of Baden, 27 Mei 1910 pada umur 66 tahun.
Robert Koch lahir pada tanggal 11 Desember 1843 di Clausthal-Zellerfeld, Hannover, Jerman dengan nama Robert Heinrich Hermann Koch. Ayahnya adalah seorang ahli pertambangan terkemuka. Koch menempuh pendidikan dasar di sekolah lokal yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Pada saat memasuki sekolah menengah atas, Koch menunjukkan ketertarikannya yang sangat tinggi terhadap biologi.
Dalam biografi Robert Koch pada sebuah publikasi yang berjudul Nobel Lectures, Physiology or Medicine 1901-1921 dijelaskan, Koch mempelajari ilmu kedokteran di University of Gottingen pada tahun 1862. Kemudian, di tempat ini Koch mengenal seorang profesor dalam bidang anatomi, Jacob Henle. Perkenalan tersebut tampaknya menjadi pengalaman yang bersejarah bagi Koch.
Jacob Henle adalah orang pertama yang mempengaruhi Koch untuk mempelajari bakteriologi. Hal itu dirasakan Koch ketika mengetahui pendapat Henle yang menyatakan, penyakit menular disebabkan oleh organisme parasit hidup. Setelah itu, Koch pun lulus dan mendapat gelar M.D. (medical doctor) pada tahun 1866. Koch kemudian menikah dengan Emmy Fraats yang memberikannya seorang anak bernama Gertrud.
Penelitian Antraks
Penelitian Robert koch terhadap antraks dimulai ketika antraks menjadi penyakit hewan dengan prevalensi paling tinggi pada masa itu. Dengan berbekal sebuah mikroskop sederhana dalam laboratorium di ruangan rumahnya, Koch mencoba membuktikan secara ilmiah mengenai bacillus yang menyebabkan antraks. Hal itu dilakukan dengan menyuntikkan Bacillus anthracis ke dalam tubuh sejumlah tikus. Koch mendapatkan Bacillus anthracis tersebut dari limpa hewan ternak yang mati karena antraks.
Hasilnya, semua tikus yang telah disuntik oleh Bacillus anthracis ditemukan dalam keadaan mati. Sementara itu, tikus yang suntik oleh darah yang berasal dari limpa hewan sehat ditemukan dalam keadaan masih hidup. Melalui percobaannya ini, Koch memperkuat hasil penelitian ilmuwan lain yang menyatakan, penyakit ini dapat menular melalui darah dari hewan yang menderita antraks.
Setelah berhasil melakukan percobaan pertamanya, rasa keingintahuan Koch terhadap antraks semakin besar. Casimir Davaine merupakan ilmuwan yang membuktikan penularan langsung Bacillus anthracis di antara beberapa ekor sapi. Namun, Koch ingin mengetahui apakah Bacillus anthracis yang tidak pernah kontak dengan segala jenis hewan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Koch menemukan metode dalam pemurnian bacillus dari sampel darah untuk kemudian dikembangbiakkan.
Melalui metode tersebut Koch mampu mengidentifikasi, mempelajari, dan mengambil gambar bacillus yang sedang dikembangbiakkan. Setelah itu dapat disimpulkan, jika Bacillus anthracis berada dalam lingkungan yang tidak disukainya dan berada di luar inang (host), bakteri tersebut akan memproduksi spora untuk melawan lingkungan yang tidak cocok baginya. Kondisi seperti ini dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama. Ketika kondisi lingkungan telah kembali cocok dan normal, spora akan memicu berkembangnya kembali bacillus. Jika spora tersebut tertanam dalam tanah, maka akan menyebabkan penyebaran antraks secara spontan (spontaneous outbreak).
Dari percobaan keduanya tersebut, Koch menyimpulkan, meskipun bacillus tidak kontak dengan segala jenis hewan, namun mereka tetap dapat menyebabkan timbulnya antraks. Hasil penemuan tersebut didemonstrasikan oleh Koch di hadapan dua orang profesor yang bernama Ferdinand Cohn dan Cohnheim. Kedua orang profesor itu sangat terkesan dengan penemuan Koch.
Pada tahun 1876 Ferdinand Cohn mempublikasikan penemuan Koch dalam sebuah jurnal. Tidak lama setelah itu, Koch menjadi cukup terkenal dan dirinya diberi penghargaan berupa sebuah pekerjaan di Kantor Kesehatan Kekaisaran (Imperial Health Office) pada tahun 1880 di Berlin.
Popularitas dan penghargaan tidak membuat Koch cepat berpuas diri. Di tempat kerjanya yang baru, Koch mendapat fasilitas berupa laboratorium yang lebih baik dari sebelumnya. Koch kemudian menemukan metode penanaman kultur bakteri dalam media padat seperti kentang. Koch pun mengembangkan metode baru dalam mengidentifikasi bakteri dengan zat warna (staining) agar lebih mudah terlihat.
Berbagai metode yang ditemukan oleh Koch tersebut dapat membuat bakteri patogen lebih mudah didapatkan dalam kultur murni (pure culture). Padahal sebelumnya, bakteri patogen sangat sulit didapatkan karena tercampur dengan organisme lain yang dapat ikut teridentifikasi. Dengan alasan tersebut, Koch memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum bakteri dianggap sebagai penyebab penyakit. Rumusan tersebut dikenal dengan Postulat-postulat Koch (Koch’s Postulates).
Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan, untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat yakni:
Ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa.
Telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture).
Mampu membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada dalam kultur.
Dapat diperoleh kembali dari hewan yang telah diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali.
Kegiatan lainnya
Penelitian-penelitian yang dilakukan Koch tidak terbatas pada antraks. Penyakit lain seperti TBC (tuberculosis) dan kolera turut diteliti pula oleh Koch. Pada tahun 1883, Koch dikirim ke Mesir sebagai pimpinan Komisi Kolera German (German Cholera Commission) untuk menginvestigasi penyebaran kolera di negara tersebut. Meskipun Koch belum membuktikannya dalam berbagai percobaan, Koch dapat mengidentifikasi bakteri bernama Vibrio bacterium sebagai penyebab kolera.
Koch diangkat sebagai profesor dalam bidang ilmu kesehatan di Universitas Berlin pada tahun 1885. Selain itu, Koch pun mendapatkan gelar profesor kehormatan di fakultas kedokteran dan menjabat sebagai pimpinan pada Lembaga Penyakit-penyakit Menular (Insitute for Infectious Diseases). Koch telah berkeliling ke berbagai tempat di dunia untuk mempelajari berbagai macam penyakit, termasuk ke Pulau Jawa.
Pada tahun 1905, Koch dianugerahi hadiah Nobel dalam bidang fisiologi atau kedokteran. Koch mengabdikan hampir seluruh hidupnya dalam bidang bakteriologi yang berguna dalam mempelajari berbagai macam penyakit.
Koch menderita serangan jantung pada tanggal 9 April 1910 dan pernah membuat pemulihan lengkap. Pada tanggal 27 Mei 1910, hanya tiga hari setelah memberikan ceramah tentang penelitian tuberkulosis di Berlin Academy of Sciences, Robert Koch meninggal di Baden Baden pada usia 66 tahun. Koch dikenang sebagai salah satu pendiri bidang ilmu bakteriologi. Setelah kematiannya, sebuah Institut dengan nama dia didirikan untuk menghormatinya.
Robert Koch lahir pada tanggal 11 Desember 1843 di Clausthal-Zellerfeld, Hannover, Jerman dengan nama Robert Heinrich Hermann Koch. Ayahnya adalah seorang ahli pertambangan terkemuka. Koch menempuh pendidikan dasar di sekolah lokal yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Pada saat memasuki sekolah menengah atas, Koch menunjukkan ketertarikannya yang sangat tinggi terhadap biologi.
Dalam biografi Robert Koch pada sebuah publikasi yang berjudul Nobel Lectures, Physiology or Medicine 1901-1921 dijelaskan, Koch mempelajari ilmu kedokteran di University of Gottingen pada tahun 1862. Kemudian, di tempat ini Koch mengenal seorang profesor dalam bidang anatomi, Jacob Henle. Perkenalan tersebut tampaknya menjadi pengalaman yang bersejarah bagi Koch.
Jacob Henle adalah orang pertama yang mempengaruhi Koch untuk mempelajari bakteriologi. Hal itu dirasakan Koch ketika mengetahui pendapat Henle yang menyatakan, penyakit menular disebabkan oleh organisme parasit hidup. Setelah itu, Koch pun lulus dan mendapat gelar M.D. (medical doctor) pada tahun 1866. Koch kemudian menikah dengan Emmy Fraats yang memberikannya seorang anak bernama Gertrud.
Penelitian Antraks
Penelitian Robert koch terhadap antraks dimulai ketika antraks menjadi penyakit hewan dengan prevalensi paling tinggi pada masa itu. Dengan berbekal sebuah mikroskop sederhana dalam laboratorium di ruangan rumahnya, Koch mencoba membuktikan secara ilmiah mengenai bacillus yang menyebabkan antraks. Hal itu dilakukan dengan menyuntikkan Bacillus anthracis ke dalam tubuh sejumlah tikus. Koch mendapatkan Bacillus anthracis tersebut dari limpa hewan ternak yang mati karena antraks.
Hasilnya, semua tikus yang telah disuntik oleh Bacillus anthracis ditemukan dalam keadaan mati. Sementara itu, tikus yang suntik oleh darah yang berasal dari limpa hewan sehat ditemukan dalam keadaan masih hidup. Melalui percobaannya ini, Koch memperkuat hasil penelitian ilmuwan lain yang menyatakan, penyakit ini dapat menular melalui darah dari hewan yang menderita antraks.
Setelah berhasil melakukan percobaan pertamanya, rasa keingintahuan Koch terhadap antraks semakin besar. Casimir Davaine merupakan ilmuwan yang membuktikan penularan langsung Bacillus anthracis di antara beberapa ekor sapi. Namun, Koch ingin mengetahui apakah Bacillus anthracis yang tidak pernah kontak dengan segala jenis hewan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Koch menemukan metode dalam pemurnian bacillus dari sampel darah untuk kemudian dikembangbiakkan.
Melalui metode tersebut Koch mampu mengidentifikasi, mempelajari, dan mengambil gambar bacillus yang sedang dikembangbiakkan. Setelah itu dapat disimpulkan, jika Bacillus anthracis berada dalam lingkungan yang tidak disukainya dan berada di luar inang (host), bakteri tersebut akan memproduksi spora untuk melawan lingkungan yang tidak cocok baginya. Kondisi seperti ini dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama. Ketika kondisi lingkungan telah kembali cocok dan normal, spora akan memicu berkembangnya kembali bacillus. Jika spora tersebut tertanam dalam tanah, maka akan menyebabkan penyebaran antraks secara spontan (spontaneous outbreak).
Dari percobaan keduanya tersebut, Koch menyimpulkan, meskipun bacillus tidak kontak dengan segala jenis hewan, namun mereka tetap dapat menyebabkan timbulnya antraks. Hasil penemuan tersebut didemonstrasikan oleh Koch di hadapan dua orang profesor yang bernama Ferdinand Cohn dan Cohnheim. Kedua orang profesor itu sangat terkesan dengan penemuan Koch.
Pada tahun 1876 Ferdinand Cohn mempublikasikan penemuan Koch dalam sebuah jurnal. Tidak lama setelah itu, Koch menjadi cukup terkenal dan dirinya diberi penghargaan berupa sebuah pekerjaan di Kantor Kesehatan Kekaisaran (Imperial Health Office) pada tahun 1880 di Berlin.
Popularitas dan penghargaan tidak membuat Koch cepat berpuas diri. Di tempat kerjanya yang baru, Koch mendapat fasilitas berupa laboratorium yang lebih baik dari sebelumnya. Koch kemudian menemukan metode penanaman kultur bakteri dalam media padat seperti kentang. Koch pun mengembangkan metode baru dalam mengidentifikasi bakteri dengan zat warna (staining) agar lebih mudah terlihat.
Berbagai metode yang ditemukan oleh Koch tersebut dapat membuat bakteri patogen lebih mudah didapatkan dalam kultur murni (pure culture). Padahal sebelumnya, bakteri patogen sangat sulit didapatkan karena tercampur dengan organisme lain yang dapat ikut teridentifikasi. Dengan alasan tersebut, Koch memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum bakteri dianggap sebagai penyebab penyakit. Rumusan tersebut dikenal dengan Postulat-postulat Koch (Koch’s Postulates).
Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan, untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat yakni:
Ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa.
Telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture).
Mampu membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada dalam kultur.
Dapat diperoleh kembali dari hewan yang telah diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali.
Kegiatan lainnya
Penelitian-penelitian yang dilakukan Koch tidak terbatas pada antraks. Penyakit lain seperti TBC (tuberculosis) dan kolera turut diteliti pula oleh Koch. Pada tahun 1883, Koch dikirim ke Mesir sebagai pimpinan Komisi Kolera German (German Cholera Commission) untuk menginvestigasi penyebaran kolera di negara tersebut. Meskipun Koch belum membuktikannya dalam berbagai percobaan, Koch dapat mengidentifikasi bakteri bernama Vibrio bacterium sebagai penyebab kolera.
Koch diangkat sebagai profesor dalam bidang ilmu kesehatan di Universitas Berlin pada tahun 1885. Selain itu, Koch pun mendapatkan gelar profesor kehormatan di fakultas kedokteran dan menjabat sebagai pimpinan pada Lembaga Penyakit-penyakit Menular (Insitute for Infectious Diseases). Koch telah berkeliling ke berbagai tempat di dunia untuk mempelajari berbagai macam penyakit, termasuk ke Pulau Jawa.
Pada tahun 1905, Koch dianugerahi hadiah Nobel dalam bidang fisiologi atau kedokteran. Koch mengabdikan hampir seluruh hidupnya dalam bidang bakteriologi yang berguna dalam mempelajari berbagai macam penyakit.
Koch menderita serangan jantung pada tanggal 9 April 1910 dan pernah membuat pemulihan lengkap. Pada tanggal 27 Mei 1910, hanya tiga hari setelah memberikan ceramah tentang penelitian tuberkulosis di Berlin Academy of Sciences, Robert Koch meninggal di Baden Baden pada usia 66 tahun. Koch dikenang sebagai salah satu pendiri bidang ilmu bakteriologi. Setelah kematiannya, sebuah Institut dengan nama dia didirikan untuk menghormatinya.