Ir. Yudi Utomo Imardjoko, M.Sc, Ph.D. adalah seorang pakar nuklir dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Beliau dikenal sebagai penemu kontainer limbah nuklir.
Putra almarhum Prof Imam Barnadib-Prof Sutari Barnadib ini merupakan alumnus SMA Negeri 1 Yogyakarta dan Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM dengan program studi Teknik Nuklir UGM (Dahulu Jurusan Teknik Nuklir UGM). Yudi Utomo mendapat beasiswa untuk memperdalam ilmu nuklir di Iowa State University pada jenjang S-2 dan S-3. Dia mampu meraih gelar MSc dan PhD dalam waktu enam tahun. Capaian itu mengukuhkan Yudi sebagai orang Indonesia termuda yang berhasil merengkuh gelar doktor di usia 32 tahun pada 1995.
Yudi mulai banyak dikenal di bidang nuklir sejak menimba ilmu di Amerika Serikat, salah satunya dengan “memenangkan” kompetisi pembuatan penampung limbah nuklir di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. Saat itu pemerintah Amerika Serikat membutuhkan desain penampung limbah nuklir baru karena banyaknya pembangkit listrik tenaga nuklir. Rancangan Yudi itu dinilai paling bagus dan aman, sehingga dinilai layak masuk dalam lembaran Departemen Energi AS dan memenuhi kualifikasi untuk ikut tender pembuatan kontainer limbah nuklir.
Karena prestasinya, ia ditawari menjadi pengajar Teknik Nuklir di Iowa University, tetapi ditolaknya karena lebih ingin mengajar di Universitas Gajah Mada. Selain mengajar,Yudi menjadi direktur Pusat Studi Energi UGM dan menjadi konsultan berbagai perusahaan energi. Setelah 25 tahun ia mencoba tantangan baru sebagai konsultan energi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang berkantor di New York, AS. Namun setelah 5 bulan, ia dipanggil untuk menduduki posisi Direktur PT Batan Teknologi.
Yudi mulai terkenal di bidang nuklir sejak meneruskan studi di Amerika Serikat, terutama saat dirinya menjadi pemenang sebuah kompetisi pembuatan penampung limbah nuklir. Saat itu, banyaknya jumlah pembangkit listrik tenaga nuklir membuat pemerintah AS membutuhkan desain penampung limbah nuklir baru.
Rancangan Yudi yang dinilai paling bagus dan aman kemudian masuk dalam lembaran Departemen Energi AS dan memenuhi kualifikasi untuk ikut tender.
Pembimbingnya, Profesor Daniel Bullen, adalah staf ahli Presiden AS Bill Clinton untuk bidang nuklir dan berlanjut di era Presiden George W Bush.
Adapun kontainer yang diciptakan Yudi dibuat dari titanium dan berbentuk silinder. Diameternya mencapai 1,6 meter dengan panjang 4 meter serta dinding setebal 24 sentimeter.
Salah satu kualifikasi yang ditetapkan adalah kontainer tersebut harus tahan selama 10.000 tahun agar mampu menyimpan limbah untuk waktu yang sangat lama.
Yudi kemudian mendapat dana riset unggulan terpadu (RUT) dan riset unggulan kemitraan (RUK) yang merupakan kerjasama dengan BBI.
Temuannya itu sudah mendapat paten dari AS pada tahun 2003, tetapi paten dari Indonesia baru keluar setahun setelahnya karena waktu tunggu yang lebih lama.
Dilansir dari Good News From Indonesia, Yudi menyusun kontainer berdasarkan kemungkinan penanganan limbah radioaktif nuklir dari uraian uranium dan plutonium.
Jika ada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia berkapasitas 1000 megawatt, diperkirakan akan ada 797 ton limbah yang dihasilkan setiap tahunnya.
Limbah tersebut diklasifikasikan menjadi 3, yaitu 27 ton limbah aktivitas tinggi, 310 ton limbah aktivitas sedang, serta 460 ton limbah aktivitas rendah. Dengan angka tersebut, dibutuhkan wadah penyimpanan yang memadai untuk mendaur ulangnya.
Gagasan kontainer yang dibuat Yudi dibuat berdasarkan idenya untuk menimbun limbah tersebut dan dibiarkan hingga molekulnya meluruh sendiri dalam waktu yang sangat lama. Sayangnya, temuan pria yang memperoleh gelar doktor di Iowa State University dalam usia 32 tahun pada 1995 tersebut masih belum terpakai di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan Indonesia belum memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir, dan diperkirakan negara kita baru akan membutuhkannya sekitar 5 dekade lagi. Pernah ditawari menjadi dosen Teknik Nuklir di Iowa University, Yudi lebih memilih mengajar di Fakultas Teknik UGM hingga hari ini.
Dari perkawinannya dengan Nari Ratih ia dikaruniai tiga putra, yang dididiknya agar mandiri seperti ayahnya. Ahli fisika nuklir ini mengaku tidak terobsesi membuat kapal bertenaga nuklir, apalagi bom nuklir. Saya ingin pensiun dan banting stir menjadi pengusaha yang memiliki maskapai penerbangan, katanya. Itulah cita-cita saya sejak kecil. (Berbagai sumber)