Ad-Din Muhammad bin Ma'ruf Taqi - Ilmuwan Muslim

Ad-Din Muhammad bin Ma'ruf Taqi
Taqi ad-Din Muhammad ibn Ma'ruf ash-Shami al-Asadi adalah seorang Muslim yang telah menulis lebih dari sembilan puluh buku tentang berbagai mata pelajaran, termasuk astronomi, jam rekayasa, matematika, mekanika, optik dan filsafat alam. Pada 1574 tahun Sultan Ottoman Murad III mengundang Taqi ad-Dīn untuk membangun observatorium di Istanbul. Menggunakan pengetahuan yang luar biasa dalam seni mekanik, Taqi ad-Dīn membangun instrumen seperti armillary besar dan jam mekanik yang ia gunakan untuk mengamati Comet Besar pada tahun 1577. Ia juga menggunakan adalah bola langit dan bumi Eropa yang dikirim ke Istanbul pada pertukaran hadiah. Karya yang membuatnya terkenal di observatorium berjudul Pohon akhir pengetahuan [di akhir waktu atau dunia] di Kerajaan Spheres Revolving: The tabel astronomi dari Raja segala raja [Murad III] (Sidrat al -muntah al-Afkar fi malkūt al-falak al-dawār- al-zij al-Shāhinshāhi). Pekerjaan disiapkan sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan di Mesir dan Istanbul dalam rangka untuk memperbaiki dan melengkapi Ulugh Beg Zij as-Sultani. 40 halaman pertama dari kesepakatan kerja dengan perhitungan, diikuti dengan diskusi jam astronomi, lingkaran surgawi, dan informasi tentang tiga gerhana yang ia amati di Kairo dan Istanbul. Untuk menguatkan data pengamatan gerhana lain di lokal lain seperti Daud ar-Riyyadi (Daud matematika), David Ben-Shushan Salonika.

Metode Taqi ad-Din menemukan koordinat bintang dilaporkan lebih tepat dibandingkan dengan sezamannya, Tycho Brahe dan Nicolas Copernicus. Brahe diduga telah menyadari pekerjaan Taqi ad-Din.

Pada 1551, Taqi al-Din menggambarkan turbin uap dengan aplikasi praktis dari berputar menyembur.


Biografi

Etnis Taqi ad-Din telah digambarkan sebagai orang Arab, Turki Ottoman dan Suriah. The Encyclopaedia of Islam tidak menyebutkan etnisitas, hanya memanggilnya, "..Astronom paling penting dari Turki  Ottoman".u

Taqi al-Din yang lahir pada 1526 M mengabdikan dirinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kekhalifahan Turki Utsmani. Salah satunya mengabdi sebagai kepala observatorium. Dia meninggal di Istanbul pada 1585 M.

Pada era itu, tak ada ilmuwan di Eropa yang mampu menandingi kepakarannya. Hal ini bisa dipahami karena Taqi al-Din adalah ilmuwan multitalenta yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Dikenal sebagai astronom andal, ia juga termasyhur sebagai astrolog, insinyur, ahli fisika, pakar matematika, dokter, hakim Islam, ahli botani, filsuf, ahli agama, dan guru madrasah. Dunia ilmu pengetahuan modern juga mengakuinya sebagai ilmuwan yang sangat produktif.

Setidaknya, lebih dari 90 judul buku dengan beragam bidang kajian telah ditulisnya. Sayangnya, hanya tinggal 24 karya monumentalnya yang masih tetap eksis. Sederet penemuannya juga sungguh menakjubkan. Pencapaiannya dalam menemukan berbagai alat mendahului para ilmuwan Barat.

Dalam bukunya berjudul al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya, sang ilmuwan serba bisa ini memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Padahal, ilmuwan Eropa Giovani Branca baru menemukan tenaga uap air pada 1629 M.

Salah satu karya populer al-Din adalah pompa enam silinder yang menerapkan sistem monoblock. Temuan alat pada 1559 M ini kian melambungkan namanya sebagai ilmuwan yang disegani. Begitu pula dengan temuan jam yang akurasinya mumpuni. Jam alarm mekanik pertama merupakan buah karyanya.

Al-Din jugalah yang menemukan jam pertama dengan parameter menit dan detik. Pada 1556 M hingga 1580 M, sang ilmuwan telah menemukan alat untuk melihat antariksa, teleskop. Padahal,  teknologi ini baru dikenal peradaban Barat pada abad ke-17 M. Agar lebih dapat mendalami astronomi, dia mendirikan observatorium Istanbul pada 1577 M.

Kecemerlangan al-Din pada ilmu pengetahuan tak timbul dengan sendirinya. Sang ayah, Maruf Efendi, menjadi guru pertamanya. Dimulai dengan menekuni bidang keagamaan sebagai fondasi dasar semua ilmu, sang ayah lalu mengirimkannya untuk belajar ilmu pengetahuan umum di Suriah dan Mesir.

Dari sinilah, al-Din menimba ilmu matematika dari Shihab al-Din al-Ghazzi, sedangkan guru astronominya yang paling berpengaruh adalah Muhammad bin Abi al-Fath al-Sufi. Dari semua ilmu yang dipelajarinya, matematika menjadi bidang favoritnya. Kesukaannya kepada ilmu berhitung itu diungkapkan Taqi al-Din dalam kata pengantar beragam buku yang ditulisnya. Setelah menamatkan pendidikannya, ia menjadi guru madrasah di Damaskus.

Sekitar tahun 1550 M, ia bersama ayahnya bertandang ke Istanbul, Ibu Kota Pemerintahan Ottoman Turki. Selama berada di kota itu, al-Din menjalin hubungan dengan para ilmuwan Turki, seperti Chivi-zada, Abu al-Su`ud, Qutb al-Dinzada Mahmad, dan Sajli Amir. Tak lama kemudian, ia kembali ke Mesir dan mengajar di Madrasah Shayhuniyya dan Surgatmishiyya.

Pada masa itu, al-Din sempat kembali mengunjungi Istanbul meski hanya sebentar. Di sana, ia dipercaya mengajar di Madrasah Edirnekapi. Saat itu, Perdana Menteri Kerajaan Turki Utsmani dijabat Samiz Ali Pasha. Selama mengajar di Madrasah Edirnekapi, al-Din menggunakan perpustakaan pribadi Ali Pasha dan koleksi jamnya untuk penelitian.

Kepribadian al-Din yang hangat dan supel melempangkan jalan baginya untuk menjalin hubungan dekat dengan para ulama dan pejabat negara. Ketika Ali Pasha diangkat sebagai gubernur Mesir, al-Din kembali ke Negeri Piramida itu.

Di Mesir, ia diangkat menjadi hakim atau kadi serta mengajar di madrasah. Namun, ketertarikannya pada astronomi dan matematika tak pernah ditinggalkan. Terbukti, selama tinggal di Mesir, ia menorehkan sejumlah karya di bidang astronomi dan matematika.


Mendirikan observatorium

Pada era pemerintahan Sultan Selim II, sang ilmuwan kembali diminta mengembangkan bidang astronomi oleh seorang hakim di Mesir, Kazasker Abd al-Karim Efendi, dan ayahnya, Qutb Al-Din. Bahkan, Qutb al-Din menghibahkan kumpulan karya-karyanya beserta beragam peralatan astronomi. Sejak itulah, ia mulai konsisten mengembangkan astronomi dan matematika.

Pada saat bersamaan, al-Din resmi diangkat menjadi kepala astronom kesultanan (Munajjimbashi) Sultan Selim II pada 1571 M. Ia diangkat setelah wafatnya kepala astronom sebelumnya, Mustafa bin Ali al-Muwaqqit.

Pemerintahan Turki Utsmani mengalami perubahan kepemimpinan ketika Sultan Selim wafat. Tahta kesultanan kemudian diduduki Sultan Murad III. Kepada sultan yang baru, al-Din mengajukan permohonan untuk membangun observatorium yang baru. Dia menjanjikan prediksi astrologi yang akurat dengan berdirinya observatorium baru tersebut.

Permohonan itu akhirnya dikabulkan Sultan Murad III. Proyek pembangunan observatorium Istanbul dimulai pada 1575 M. Dua tahun kemudian, observatorium itu mulai beroperasi. Taqi al-Din menjabat sebagai direktur observatorium Istanbul. Sokongan dana yang besar dari Kerajaan Ottoman membuat observatorium itu bersaing dengan observatorium lain di Eropa, terutama observatorium Raja Denmark.

Tak berpangku tangan, di observatorium Istanbul yang dibangunnya, al-Din pun memperbarui tabel astronomi kuno peninggalan Ulugh Beg. Observatorium itu pun mampu menjelaskan tentang pergerakan planet, matahari, bulan, dan bintang.

Suatu saat, al-Din menyaksikan sebuah komet. Ia lalu memperkirakan munculnya komet itu sebagai pertanda kemenangan bagi pasukan tentara Turki Utsmani yang sedang bertempur. Namun, ternyata prediksinya meleset. Sultan pun memutuskan untuk menghentikan kucuran dana operasional bagi observatorium. Akibatnya, pada 1580 M, observatorium berhenti beroperasi.

Sejak saat itulah, Pemerintah Utsmani mengharamkan astrologi. Selain alasan agama, konflik politik juga menjadi salah satu pemicu ditutupnya observatorium itu. Meski begitu, astronomi bukanlah satu-satunya bidang yang dikembangkan al-Din. Ia juga berhasil menemukan berbagai teknologi serta karya dalam disiplin ilmu lainnya. Hingga kini, namanya tetap melegenda sebagai  ilmuwan serba bisa pada zamannya. n ed: wachidah handasah


Karya besar

Selama hidupnya, Taqi al-Din Muhammad Al Ma’ruf telah memberi kontribusi yang begitu besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peneliti senior pada Foundation for Science Technology and Civilization di Inggris Dr Salim Ayduz mengakui kehebatan al-Din. Dalam tulisannya berjudul Taqi al-Din Ibn Ma’ruf: A Bio-Bibliographical Essay, dia memaparkan secara perinci mahakarya sang ilmuwan. Berikut ini kontribusi al-Din bagi peradaban modern:


1. Peralatan observatorium
  • Sextant. Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antar bintang. Sextant yang diciptakan al-Din diyakini sebagai capaian terbesar dalam bidang astronomi pada abad ke-16 M. Ia menggunakan alat itu untuk mengukur jari-jari lingkaran Planet Venus, seperti yang disebutkan Ptolemeus dalam bukunya, Almagest.
  • Dhat al-Awtar. Ini adalah penanda lama waktu malam dan siang, serta malam pada musim semi dan gugur.
  • Jam astronomi.  Ini adalah jam mekanik yang dibuatnya sendiri untuk observasi.

2. Matematika
  • Kitab al-Nisab al-Mutasha-Kkala fi- ‘l-Jabr wa-‘l-Muqa-Bala. Ini adalah buku yang mengupas tentang rasio dalam aljabar. Buku ini ditulis di Kairo.
  • Bughyat al-Tullab fi- `Ilm al-Hisab. Buku ini membahas tentang tujuan para pelajar mempelajari ilmu aritmatika.
  • Sharh Risalat al-Tajnis fi ‘l-Hisab. Karya ini berisi tentang klasifikasi dalam aritmatika.

3. Astronomi
Buah karyanya yang paling banyak adalah astronomi. Dalam bidang ini, Taqi al-Din menulis sederet buku, antara lain:
  • Rayhanat al-Ruh fi- Rasm al-Sa’at `ala Mustawa al-Suth. Berisi tentang sejarah penulisan astronomi pada periode Ottoman.
  • Jaridat al-Durar wa Khari-dat al-Fikar. Buku ini memuat tabel sinus dan tangen dalam pecahan desimal.
  • Treatise on the Azimuth of the Qibla (Risa-lat samt al-Qibla).

4. Mekanik
Di bidang mekanik, Taqi al-Din juga menulis sejumlah buku, di antaranya:
  • Al-Kawa-Kib al-Durriyya fi- Wadh’ al-Banka-mat al-Dawriyya. Buku ini membahas  pembuatan jam mekanik. Buku ini disusun di Nablus (sekarang Palestina) pada 1559 M. Dalam prakatanya, dia mengatakan, penulisan buku itu memanfaatkan perpustakaan pribadi Ali Pasha dan koleksi jam mekanik Eropa yang dimilikinya.
  • Al-Turuq al-Saniyya fi’l-Alat al-Ruhaniyya. Di sini, al-Din memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Buku ini ditulis di Kairo pada 1551 M.
  • Risala fi- `Amal al-Mi-Zan al-Tabi’i. Membahas tentang berat dan cara pengukuran serta menjelaskan skala Archimides.

5. Optik
Diagram mata
Diagram mata
  • Dalam kitab Nur Hadaqat al-Ibsa-r wa-Nur Haqiqat al-Anzar, ia memaparkan tentang bagaimana mata melihat. Buku ini juga membahas tentang refleksi dan refraksi cahaya. Mengkaji pula hubungan antara cahaya dan warna. Buku ini didedikasikan al-Din khusus untuk Sultan Murad III.

6. Penglihatan

refleksi
Refleksi
Dalam dunia Yunani awal ada dua ide bersaing dari pandangan. ide yang satu mengatakan bila kita melihat benda maka sinar akan terpancar dari mata ke obyek, sedangkan ide yang lain mengatakan objek memancarkan cahaya dan mata kita hanya mengamati itu. Kedua belah pihak memiliki al;asan masing-masing namun Taqi al-Dīn mampu menunjukkan eksperimental cahaya yang berasal dari obyek dan kemudian dikumpulkan oleh mata kita.


7. Refleksi

Taqi mencatat bahwa sinar cahaya yang dipantulkan cermin akan menyebar dalam bentuk bulat. Dengan demikian, refleksi sinar adalah masalah geometris. Sudah ditemukan bahwa sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul dan normal semua terletak pada bidang yang sama. Sinar cahaya yang dipancarkan juga akan memiliki warna yang sama dengan permukaan reflektif.


8. Refraksi

Pembiasan
Pembiasan
Seperti refleksi, refraksi telah dikenal tentang selama beberapa waktu. Meskipun demikian, masalah yang jauh lebih rumit yang diperlukan kerja lebih lanjut. Hal ini diketahui bahwa cahaya dibiaskan merambat di kulit bola sebanyak cahaya yang dipantulkan tidak dan bahwa hal itu juga mengambil warna dari bahan melalui yang bepergian. Hal ini juga diketahui bahwa jika sinar cahaya bepergian dan pergi dari satu media ke yang lain yang sudutnya akan membungkuk di manor terkait dengan kepadatan kedua bahan. Seperti refleksi sinar datang, sinar dibiaskan dan normal semua terletak pada tempat yang sama namun sudut bias selalu kurang dari sudut insiden. Satu-satunya pengecualian untuk ini adalah sinar tegak lurus yang tidak sebenarnya membiaskan. Taqi al-Dīn tidak menemukan bahwa meskipun "perbedaan antara sudut pembiasan sinar insiden yang berbeda kurang dari perbedaan antara sudut insiden."  Ia juga mencatat bahwa "rasio sudut insiden yang lebih besar untuk nya sudut refraksi lebih besar dari rasio sudut insiden kecil untuk sudut pembiasan nya. "  Ini cukup banyak masih aturan modern untuk optik dan Taqi al-Dīn bahkan mencoba untuk merumuskan hukum Snell meskipun ia tidak berhasil.

Sumber: