Andrias Wiji Setio Pamuji - Penemu Reaktor Biogas
Kehidupan
Andrias berasal dari Desa Ngrendeng, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Andrias adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Anak petani ini sering penasaran dan ingin membuktikan teori-teori yang didengarnya dengan cara melakukan percobaan.
Waktu kecil ia pernah membuat listrik dan perahu motor mainan dengan penggerak kincir angin. Kincir angin dibuat dari pemutar kaset dalam tape. Andrias juga senang bertani dan beternak. Tanaman dan hewan ia rawat dengan kasih sayang. Ini adalah ajaran dari ibunya.
Sejak kecil Andrias sering membantu orangtuanya bekerja di sawah. Ibunya sering menunjukkan kepadanya sawah-sawah yang subur dan kering. Sawah yang hijau dan subur itu setiap hari ditengok petani. Kalau yang coklat itu jarang ditengoki petaninya. Hal mengartikan, sawah yang sering ditengok akan lebih terawat. Perawatan itu adalah cermin dari ketekunan. Tekun, itulah yang menjadi prinsip hidup Andrias.
Percobaan membuat reaktor sederhana dari plastik sudah dilakukan oleh Andrias Wiji Setio Pamuji (27) pada tahun 2000, saat ia masih kuliah tingkat III di Jurusan Teknik Kimia Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).
Namun, Andrias baru memasarkannya pada 9 April 2005 setelah menyempurnakan percobaan-percobaannya. Reaktor biogas dari plastik ini sebelumnya pernah menang dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa tahun 2002 yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Andrias sudah lama mengetahui bahwa kotoran sapi bisa dijadikan gas. Namun, kesempatan membuktikan hal tersebut baru kesampaian saat ia kuliah.
Andrias membuat dan memasarkan reaktor dengan ketekunannya. Meskipun sudah banyak yang menggunakan reaktornya,namun keuntungan materi belum ia rasakan.
Andrias Wiji Setio Pamuji menikah dengan Mila Juliani Perangin-angin dan memiliki putra yang bernama Aldo Adicipta Yanuar.
Percobaan
Suatu saat Andrias membawa kotoran sapi yang sudah dicampur air dari sebuah peternakan. Kotoran sapi itu ia bawa dengan jeriken ukuran lima liter. Sampai di rumah indekos, jeriken tetap ditutup agar terjadi fermentasi pada kotoran sapi. Setelah sebulan, jeriken dibuka dan di atas lubang jeriken dipasang plastik. Plastik langsung mengembang.
Selanbjutnya ia segera mencari pucuk bolpoin yang terbuat dari logam. Pucuk pulpen ini ditusukkan pada plastik dan keluarlah gas. Ia menyulutnya dengan korek api. Gas yang keluar berubah menjadi api setelah dibakar dengan korek api.
Andrias terus memodifikasi peralatan dengan menggunakan uang bantuan dari teman- temannya. Percobaan demi percobaan ia lakukan untuk bisa menghasilkan reaktor dan penampung gas berharga murah dan berkapasitas mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga.
Sampai akhirnya, dari percobaan demi percobaan, ia menghasilkan reaktor dari plastik dengan tebal 250 mikron serta menciptakan kompor untuk jenis gas metana.
Ia baru memasarkan reaktor tersebut pada April 2005. Saat itu dirasa tepat sebab harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik. Kini penemuannya sudah tersebar ke peternak sapi perah di Subang, Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Padang, Sumatera Barat, menyusul Bali, Jawa Tengah, dan Lampung. Saat itu Andrias menjual reaktornya dengan harga Rp 1,5 juta, termasuk pemasangan.
Sampai kini gas yang dihasilkan belum dapat dikemas dalam tabung karena gas dari kotoran sapi adalah jenis metana (CH4). Sementara gas yang dikemas dalam tabung merupakan gas yang bisa dicairkan, yang berasal dari jenis butana (C4 H10) dan pentana (C5 H12). Gas yang bisa dicairkan bisa masuk dalam tabung dengan volume jauh lebih banyak. Namun, metana tidak bisa demikian. (Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/287-wiki-tokoh/717-pencipta-reaktor-biogas)