Djuanda Suraatmadja - Penemu Beton Polimer Ramah Lingkungan
Riwayat hidup
Djuanda Suraatmadja lahir di Bandung, Jawa Barat, Indonesia pada 3 Januari 1936. Beliau adalah anak kedua dari 12 bersaudara yang lahir dari keluarga guru di Bandung. Ayahnya, Otong Suraatmadja, adalah mantan Direktur SMA I Bandung, dan ibunya, Ny Kamidah Atmadidjaja, pernah menjadi guru Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) di Sumedang.
Ia lulus Sarjana Teknik Sipil ITB pada tahun 1960,setelah itu dirinya menjadi pegawai Pekerjaan Umum Jabar. Namun setelah enam bulan, ia kembali ke kampusnya karena kecewa. “Gambar-gambar yang saya buat tidak pernah direalisir,” ujarnya. Selanjutnya ia mengawali kariernya di ITB sejak tahun 1960 sebagai asisten ahli. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Sipil (1968-1971)[3], berikutnya menjadi Direktur Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum dan Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ITB (1977-1981).
Pada tanggal 16 Februari 1978 - 30 Mei 1979 Djuanda Suraatmadja menjabat sebagai Anggota Rektorium ITB bersama Prof. Dr. Moedomo; Prof. Ir. Wiranto Arismunandar, MSME; yang diketuai Dr. Soedjana Sapi'ie. Rektorium dibentuk untuk mengisi kekosongan kepemimpinan ITB setelah Prof. Iskandar Alisjahbana selaku rektor ITB diberhentikan secara mendadak pada tanggal 14 Februari 1978. Periode Rektorium tersebut dapat dianggap sebagai masa rektor ketujuh atau rektor ke dua puluh tiga Kampus Ganesha sejak TH Bandung didirikan.
Selanjutnya pada tahun 1982-1992 dia menjabat Kepala Program S2 STJR-ITB, dan pada tahun 1991 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Teknik Sipil ITB.
Perhatian yang besar dosen mata kuliah Mekanika Teknik, Statika, dan Mekanika Bahan itu pada bidang keteknikan cukup luar biasa. Jumlah karya tulis, publikasi, dan penelitiannya mencapai 24 judul dengan delapan di antaranya disampaikan di luar negeri serta 16 karya teknologi yang sebagian besar merupakan konstruksi beton. Di antaranya soal Peraturan Dinas tentang Perencanaan Bangunan Baja, Peraturan Dinas soal Perencanaan Pembangunan Jalan Rel. Ia pun aktif dalam penyusunan beberapa Standar Nasional Indonesia bidang teknik sipil, seperti SNI Uji Tarik Langsung Material Beton pada tahun 1997 dan SNI Tata Cara Pemakaian Beton Polimer untuk Perbaikan dan Penguatan Struktur Beton pada tahun 1998.
Penemuan beton polimer
"Beton dalam pengertian umum adalah campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Tetapi, tanpa menggunakan semen Prof. Ir. H. Djuanda Suraatmadja melakukan penelitiannya sampai akhirnya terciptalah bahan bangunan baru yang disebut beton polimer. Dari berbagai uji coba lapangan sekaligus implementasi hasil temuannya sampai sekarang tidak pernah ada keluhan.
Ide dasar penelitian beton polimer pada awalnya berdasarkan pemikiran ingin mencari beton yang dalam hal-hal tertentu memiliki sifat lebih baik dari beton semen. Ternyata dari literatur diketahui, polimer memiliki sifat seperti semen. Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. Bahan polimer berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan bahan tersebut sekaligus bertujuan memanfaatkan limbah plastik, di samping mencari alternatif pengganti semen.
Penemuan lainnya
Karya lainnya yang sekaligus merupakan penemuannya yang terbaru adalah pemanfaatan cooper tailling pada tahun 1997 yang merupakan limbah PT Freeport di Irian Jaya yang selama ini terbuang percuma, bahkan menjadi masalah lingkungan.
Cooper tailling berbentuk seperti pasir namun kurang baik jika digunakan sebagai bahan konstruksi beton semen. Sebaliknya bahan tersebut cukup baik untuk campuran beton polimer sehingga bisa menciptakan peluang wirausaha baru dalam produksi dan aplikasi beton polimer. Namun, ahli beton itu menyayangkan kerja sama ITB dengan PT Freeport terhambat karena situasi keamanan di wilayah tersebut.
Kesibukan lainnya
Sebagai salah satu ahli beton polimer Indonesia, ia juga sering menjadi pembicara seminar di luar negeri, seperti di Koriyama Jepang, Nihon University, dan sejumlah kampus di Prancis dan Afrika Selatan. Riwayat pendidikan Djuanda tergolong unik. Jika guru besar lain berderet gelar, Djuanda cuma lulusan S-1 Teknik Sipil, ITB. Setahun kemudian (1961), ia mendapat beasiswa dari pemerintah Amerika untuk studi S-2 di bidang engineering science di Purdue University. Baru setahun studi, ia dipulangkan ke Indonesia, karena kasus Irian Barat membuat hubungan diplomatik kedua negara putus.
Tahun 1971 dan tahun 1982 ia mengikuti pendidikan di The University of New South Wales, Australia, dan University California, Amerika Serikat. Bekal setahun training Advanced Training on Higher Education Management di University of California (1988), membantu Djuanda ikut berperan dalam menyusun PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Nasional. Ilmu itu pula yang membuatnya diangkat menjadi Ketua Kopertis Wilayah V (1992-1996) dan menjadi Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas), Bandung, dan menjabat Dekan Fakultas Teknik Universitas Siliwangi (Unsil) di Tasikmalaya. Djuanda pun sempat menjadi anggota MPR dari Golkar selama 2 tahun (1997-1999).
Penghargaan
Tanda jasa dan piagam yang diterima Prof. Ir. Djuanda Suraatmadja di antaranya adalah:
- Piagam Penghargaan Menteri Pengawasan Lingkungan Hidup (1983) atas keaktifannya menyosialisasikan masalah lingkungan hidup kepada para konsultan di Tanah Air, terutama soal pengaruh pembangunan bidang sipil terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
- Piagam Penghargaan Teladan dari Menteri Urusan Pekerjaan Umum (1992) atas peranannya sebagai Kepala Program Pascasarjana Sistem dan Teknik Jalan Raya, program studi kolaborasi ITB dan PT Bina Marga.
- Presiden Soeharto, ia diberi tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya XXX (1996).
- Anugerah Kalyanakretya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional V yang dicanangkan Presiden Abdurrahman Wahid di Bandung (2000).
Pada tanggal 10 Oktober 2006, Prof. Ir. Djuanda Suraatmadja bersama 13 guru besar ITB lainnya (bersamaan dengan 269 guru besar perguruan tinggi lainnya) menerima penganugerahan Anugeraha Sewaka Winayaroha. Selain memperoleh medali, seluruh penerima penghargaan
Djuanda Suraatmadja menikah dengan Ny Hj Anny Sumarni M Ranusadjati dan memiliki tiga orang anak. (Sumber: Wikipedia)