Ratno Nuryadi - Penemu Mikroskop Nano Pertama di Indonesia
Ratno Nuryadi lahir di Bantul pada 17 Oktober 1973. Ayahnya adalah seorang guru SD. Setelah tamat SMA Negeri 8, Yogyakarta tahun 1992, dia mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di luar negeri, yaitu di Jepang pada tahun 1993 hingga dapat menyelesaikan program doktor dengan predikat yang sangat memuaskan. Tahun 1994, ia mengikuti Kursus Japanese Language School of the International Students Institute, Jepang. Selanjutnya Gelar Sarjana sampai S3 ia peroleh di negara yang sama, berturut turut yakni: Tahun 1998, S1, Shizuoka University, Jepang (Bidang: Fisika) ; Tahun 2000, S2, Shizuoka University, Jepang (Bidang: Electrical and Electronic Engineering) ; dan tahun 2003, S3, Shizuoka University, Jepang (Bidang: Electronic Material Science).
Nanoteknologi
Nanoteknologi, merupakan teknologi yang sedang berkembang pesat di dunia karena materi yang disusun dengan teknologi nano akan memiliki karakter dan fungsi berbeda dengan materi yang tersusun tanpa teknologi nano.
Mikroskop nano bukanlah mikroskop biasa, karena menggunakan teknologi peraba materi seperti jarum yang akan menyusuri struktur materi dan kemudian menampilkan strukturnya di layar komputer dengan menggunakan software tertentu. Cara kerjanya mirip perlengkapan mikroskop nano yang ada di dunia.
Mikroskop nano pertama di Indonesia
Ide kreatif Ratno muncul ketika melihat keterbatasan alat riset di Indonesia, khususnya alat riset yang mendukung pengembangan bidang nanoteknologi, perekayasa bidang teknologi material BPPT.
Alat tersebut berguna untuk melihat struktur materi seukuran nano atau 10 pangkat minus sembilan meter. Dalam penggunannya, perlu perlengkapan khusus yang tak ada di Indonesia. Alat itu hanya bisa diimpor dengan harga satu unitnya mencapai sekitar Rp 2-3 miliar.
Berangkat dari keterbatasan itulah, Ratno Nuryadi, berhasil menciptakan mikroskop material renik yang disebut AFM (Atomic Force Microscope). Mikroskop nano pertama yang diciptakan di Indonesia ini, ia ciptakan dengan modal sekitar Rp 50 juta saja dan dibuat dengan bahan-bahan sederhana.
Mikroskopnya buatan Ratno prinsipnya sudah bekerja secara normal, namun secara teknis perlu dioptimalisasi lagi agar penampilannya lebih baik. (berbagai sumber)