Biografi Septinus George Saa - fisikawan asal Papua
apakah george saa masih hidup, apa cita-cita awal george saa, george saa dikenal sebagai, george saa formula, masa muda george saa, nama istri george saa, biografi george saa, perjuangan george saa
Septinus George Saa adalah fisikawan muda asal Papua, Indonesia yang menjadi pemenang lomba First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004. Makalahnya berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor. Saat membuat makalah tersebut ia masih berstatus murid SMA Negeri 3 Jayapura, Papua.
Septinus George Saa lahir di Manokwari pada 22 September 1986 dan merupakan anak bungsu di antara lima bersaudara dari keluarga pasangan Silas Saa (ayah ) dan Nelce Waho (ibu). Sejak kecil, dia sering tinggal berpindah-pindah mengikuti orang tuanya. Bahkan, tak jarang dia hidup terpisah dari orang tua.
Septinus George Saa lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Silas Saa (lulusan Sekolah Kehutanan Menengah Atas tahun 1969), adalah Kepala Dinas Kehutanan Teminabuhan, Sorong. Oge lebih senang menyebut ayahnya petani ketimbang pegawai sebab untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Silas dibantu isterinya, Nelce Wofam dan kelima anak mereka, harus mengolah ladang, menanam umbi-umbian.
Kakak perempuan Georga Saa yaitu Apulena Saa, adalah Sarjana Kehutanan lulusan Universitas Cenderawasih. Franky Albert Saa, putera kedua, saat ini tengah menempuh Program Magister Manajemen pada Universitas Cendrawasih. Yopi Saa, putera ketiga, adalah mahasiswa kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Agustinus Saa, putera keempat, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Manokwari.
“Saya tertarik fisika sejak SMP. Tidak ada yang khusus kenapa saya suka fisika karena pada dasarnya saya suka belajar saja. Lupakan saja kata fisika, saya suka belajar semuanya, Semua mata pelajaran di sekolah saya suka kecuali PPKN (Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan)." Katanya seperti dikutip dari www.biografiku.com.
Pelajaran itu membosankan dan terlalu banyak mencatat. Saya suka kimia, sejarah, geografi, matematika, apalagi bahasa Indonesia. Saya selalu bagus nilai Bahasa Indonesia,” tambahnya.
Selepas SD dan SMP yang kerap diwarnai bolos sekolah itu, Septinus George Saa diterima di SMUN 3 Buper Jayapura. Ini adalah sekolah unggulan milik pemerintah daerah yang menjamin semua kebutuhan siswa, mulai dari seragam, uang saku, hingga asrama.
Kehausan intelektualnya seperti menemukan oase di sini. Ia mulai mengenal internet. Dari jagad maya ini ia mendapat macam-macam teori, temuan, dan hasil penelitian para pakar fisika dunia.
Dalam teks biografi Septinus George Saa diketahui bahwa kepandaian Septinus terlihat pada tahun 2001 saat ia menjuarai lomba Olimpiade Kimia tingkat daerah. Karena prestasinya itu, ia mendapat beasiswa ke Jakarta dari Pemerintah Provinsi Papua.
….Saya ingin jadi ilmuwan. Sebenarnya ilmu itu untuk mempermudah hidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi itu membuat hidup manusia menjadi nyaman. Saya berharap kalau saya menjadi ilmuwan, saya dapat membuat hidup manusia menjadi lebih nyaman – Septinus George Saa
Singkat cerita Septinus berhasil berangkat ke Jakarta, ia kemudian membuktikan bahwa kepergiannya bukan sesuatu yang sia-sia. Tangis sedih mamanya berganti menjadi tangis haru ketika November 2003 ia menduduki peringkat delapan dari 60 peserta lomba matematika kuantum di India. Prestasinya memuncak dengan menggenggam emas hasil riset fisikanya. Mamanya pun tidak pernah menangis lagi.
Di Jakarta, Septinus George Saa digembleng khusus oleh Bapak Fisika Indonesia, Profesor Yohanes Surya. November 2006 ia mempresentasikan hasil risetnya di depan ilmuwan fisika di Polandia. Ia membuktikan bahwa risetnya tentang hitungan jaring-jaring resistor itu adalah orisinil gagasannya.
Hasil kerja kerasnya membuat Septinus George Saa menjadi pemenang lomba First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004 di Polandia. Makalahnya ilmiahnya berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor.
Dari riset fisikanya mengenai resistor ini membuat Septinus George Saa pun menemukan rumus Penghitung Hambatan antara Dua Titik Rangkaian Resistor. Rumus itu yang kemudian diberi namanya sendiri yaitu “George Saa Formula”.
Prestasi pemuda berusia 19 tahun ini sangat mengagumkan. Rumus yang ditemukannya itu berhasil memenangkan First Step to Nobel Prize in Physic yang itu mengungguli ratusan paper dari 73 negara yang masuk ke meja juri. Para juri yang terdiri dari 30 jawara fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan pemuda 17 tahun asal Jayapura ini menggondol emas.
Setelah itu, ia mendapat kesempatan belajar riset di Polish Academy of Science di Polandia selama sebulan di bawah bimbingan fisikawan jempolan. Setelah menerima penghargaan itu, George diganjar banyak fasilitas. Menteri pendidikan saat itu, Malik Fadjar, meminta George memilih perguruan tinggi mana pun di Indonesia tanpa tes.
Kampus tempat dia kuliah juga diwajibkan memberikan fasilitas belajar. Freedom Institute menawari George kuliah di luar negeri. Beasiswa tersebut bukan hanya uang kuliah, tapi juga uang saku serta biaya hidup. Pria penghobi basket itu sempat bingung memilih negara.
Rizal Mallarangeng mengusulkan agar dirinya memilih Amerika. Sebab, negara Amerika tersebut bagus untuk belajar dan melakukan penelitian. George lantas mendaftar ke jurusan aerospace engineering di Florida Institute of Technology.
Kampus di pesisir timur Amerika di Brevard County. Kampus itu berdekatan dengan Kennedy Space Center dan tempat peluncuran pesawat NASA (National Aeronautics and Space Administration).
Dalam Biografi Septinus George Saa, diketahui bahwa di jurusan aerospace engineering alias teknik dirgantara itu, George mempelajari semua hal tentang pesawat terbang, baik pesawat terbang di angkasa maupun luar angkasa.
Dia juga mempelajari ilmu yang supersulit di jagat aerospace, yakni rocket science. ”Saking sulitnya, orang Amerika sering bilang, you don’t need rocket science to figure it out,” katanya lantas terkekeh.
Di antara 200-an mahasiswa seangkatan, hanya 40 orang yang lulus. Septinus George Saa mempelajari semua hal tentang pesawat terbang. Mulai struktur pesawat, aerodinamika, daya angkat, hingga efisiensi berat dalam teknologi pembuatan burung besi itu.
Tahun pertama di Amerika sangat sulit bagi George. Sebab, dia belum fasih berbahasa Inggris. Pernah, dia tertahan sejam di bagian imigrasi. ”Saya hanya duduk dan diam selama sejam gara-gara tidak bisa bahasa Inggris,” tuturnya.
Karena itu, tahun pertama, George tak langsung kuliah. Dia belajar bahasa di sekolah bahasa Inggris English Language Service di Cleveland, negara bagian Ohio, AS. Selama setahun dia ngebut belajar bahasa. Mulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00, dia melahap materi-materi bahasa Inggris.
”Saya mempelajari lagi grammar dan kosakata,” jelas anak bungsu pasangan Silas Saa dan Nelly Wafom itu. George lulus pada akhir 2009. Dia bekerja di perusahaan internasional yang bergerak di bidang migas sembari bantu-bantu di lembaga yang memberinya beasiswa, Freedom Institute.
- SMUN 3 Buper Jayapura
- Polish Academy of Science di Polandia, belajar riset selama sebulan (2016)
- Beasiswa dari Freedom Insitute milik Aburizal Bakrie untuk melanjutkan studi S1 di jurusan aerospace engineering, Florida Institute of Technology. (2006-2009)
- S2 bidang teknik material Universitas Birmingham, Inggris. (2015-sekarang).
- Penghargaan dari Departemen Kehutanan, 2004
- First Step to Nobel Prize in Physic, 2004
- Juara lomba Olimpiade Kimia tingkat daerah, 2001
- Juara peringkat delapan dari 60 peserta lomba matematika kuantum di India, 2003
- George Sa mempresentasikan hasil risetnya di depan ilmuwan fisika di Polandia untuk membuktikan bahwa risetnya tentang hitungan jaring-jaring resistor itu adalah orisinil gagasannya, November 2006
- https://id.wikipedia.org/wiki/Septinus_George_Saa
- https://www.biografiku.com/biografi-septinus-george-saa.