DR. Mumu Sutisna - Penemu Hormon Penyubur Anakan Padi

DR. Mumu Sutisna
DR. Mumu Sutisna
Mumu Sutisna adalah penemu hormon yang bisa membuat rumpun padi beranak-pinak lebih banyak. Mumu Sutisna lahir di Sumedang, Jawa Barat tahun 1940. Beliau merupakan ahli ekologi tumbuhan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menjadi dosen Jurusan Biologi ITB. ia mendapat gelar doktor ekologi dari Universitas Montpelier, Prancis.

Mumu Sutisna memiliki isteri yang bernama Usye Roslina, dari pernikahannya ia memiliki empat orang anak.


Penemuan Bioregulator atau Bioreg

Berbagai eksperimen dilakukan. Akhirnya, ia menemukan hormon yang bisa membuat rumpun padi beranak-pinak lebih banyak. Mumu menamai hormon temuannya dengan nama Bioregulator atau Bioreg. Dengan menyemprotkan hormon itu ke tanaman padi muda maka jumlah anakan menjadi lebih banyak.

Rumpun padi normal umumnya berisi sekitar 35 anakan. Bioreg membuat jumlah anakan padi meningkat dua kali lipat, jadi 60-70 batang per rumpun. Sawah makin rimbun, produksi berlipat. Itu bisa dilihat dari eksperimen Mumu di berbagai lahan persawahan dengan hasil memuaskan. Di Wado, Sumedang, sawah percobaan Mumu dipupuk dengan dosis normal ditambah semprotan Bioreg memberikan hasil 8,6 ton gabah per hektare. Hasil produksi tanpa Bioreg hanya 6,1 ton gabah. Berarti, produksi naik 40%.

Bioregulator atau Bioreg
Bioregulator atau Bioreg
Pada percobaan di Soreang, Kabupaten Bandung (Jawa Barat), hasilnya lebih bagus. Di sini Bioreg mendongkrak produksi gabah dari 7,5 ton menjadi 11,4 ton per hektare. Kenaikan produksi 52%. Yang lebih menakjubkan, eksperimen Mumu di Jatilawang, Banyumas (Jawa Tengah), Bioreg bisa meningkatkan produksi hingga tiga kali lipat (naik 200%) !


Teori Mumu, 
"Bioreg menyebabkan anakan bertambah banyak dan rimbun. Sehingga proses fotosintesis lebih optimal. Hasil padi pun lebih maksimal."


Asal muasal hormon

Hormon pertumbuhan memang bukan barang baru di dunia pertanian. Berbagai hormon yang diekstrak dari pucuk tetumbuhan dan kemudian dibikin sintesisnya dipakai pada bermacam usahatani. Tapi sejauh ini belum ada yang menawarkannya untuk budidaya padi secara aman dan ekonomis, sebagaimana yang diajukan Mumu.

Mumu memanen hormon itu dari ganggang laut. Hormon dicampur dengan senyawa poliamina dan magnesium sulfur, lalu diencerkan. Untuk menyemprot satu hektare sawah, cuma diperlukan 2,5 liter Bioreg. Satu musim tanam perlu empat kali penyemprotan.


Penelitian

Selama penelitian, seluruh biayai eksperimen bersumber dari dana pribadi Mumui. Mumu pernah mengajukan proposal penelitian ke ITB tapi ditolak. ia mengaku pernah tiga kali mengajukan namun tak ada hasilnya. Alasan yang diterimanya, urusan pertanian bukan bidang di ITB, karena ada Institut Pertanian Bogor yang lebih berkompeten.

Karena tak mendapat dukungan kampus, Mumu akhirnya melakukan penelitian sendiri dengan dibantu beberapa mahasiswanya pada tahun 1992. Empat tahun kemudian, ia menemukan Bioreg. Hasilnya, sejauh percobaan Mumu cukup fantastis. Padahal temuan Mumu ini sebenarnya bertolak belakang dengan pemikiran di alam pertanian selama ini.

Teori yang melatari penemuan galur unggul untuk meningkatkan produksi padi berlawanan dengan Bioreg. Galur unggul dibuat dengan prinsip anakan harus sedikit dengan malai panjang. Malai adalah daun menjulur atau dahan yang menjadi tempat padi berbunga dan kemudian menjadi gabah. Dengan memanjangkan malai, tempat munculnya padi jadi lebih banyak.

Metode galur unggul memang berhasil. Namun kenaikan produksinya tak serevolusioner Bioreg. Paling banter hanya mendongkrak produksi 10%. Bandingkan dengan Bioreg yang mampu mendongkrak dari 40% hingga 200%. Itu pun belum termasuk kendala yang terjadi di metode galur unggul dengan malai panjangnya  yang sering mudah rebah.

Menurut Mumu, galur-galur padi unggul di Indonesia umumnya hasil belanja dari luar negri. Galur terbaru seperti Maros, menurutnya kurang cocok di iklim tropis. “Empat tahun saya di Prancis, jadi tahu betul bahwa galur unggulan kita itu cocoknya di negara subtropis”, katanya. Karena dipaksakan ditanam di iklim tropis, padi yang tumbuh dari malai hanya dua pertiganya. “Sehingga waktu panen, padi hampanya tinggi”, katanya. Lain bila ditanam di iklim subtropis pada saat musim panas. Dengan matahari bersinar hingga pukul 10 malam, tapi tak terik, padi bisa berfotosintesis lebih lama. Inilah yang menyebabkan padi tumbuh di sepanjang malai.

Sumber: Majalah Gatra Ed. Khusus, Agustus 2004.